RENCANA PEMBANGUNAN BENTENG VASTENBERG MENURUT PEMKOT SURAKARTA
KEBIJAKSANAAN DAN PROGRAM DAERAH
ATAS WILAYAH PERENCANAAN
Rencana Bagian Wilayah Kota Surakarta
Kebijakan Umum Pengembangan
Sebagai kota yang mapan dan berkategori sebagai kota besar dan sedang berkembang menuju kota metropolitan, maka kota Surakarta mempunyai banyak fungsi dengan skala pelayanan yang beragam. Kota Surakarta diharapkan dapat berfungsi sebagai :
1. Kota industri, yang berskala lokal, regional, nasional, dan internasional yang mampu yang mampu berkembang sepadan dengnan kota – kota industri lainnya dari berbagai skala baik di Jawa Tengah, Pulau Jawa, maupun di Indonesia.
2. Kota perdagangan, yang berskala lokal, regional, nasional, maupun internasnional yang mampu berkembang sepadan dengan kota – kota perdagangan lainnya dari berbagai skala, baik Jawa Tengah, Jawa, maupun Indonesia.
3.Kota pari wisata – budaya yang berskala loikal, nasional, maupun internasional yang mampu berkembang sepadan dengan kota pariwisata – budaya lainnya dari berbagai skala, baik Jawa Tengah, Jawa, maupun Indonesia.
4. Kota pendidikan yang berskala lokal, regional, nasional, maupun internasional yang mampu berkembang sepadan dengan kota – kota pendidikan lainnya di Jawa Tengah, Jawa, maupun Indonesia.
5. Kota fasilitas sosial yang berskala lokal, regional, naupun internasional yang mampu berkembang sepadan dengan kota – kota fasilitas sosial di Jawa Tengah, Jawa, maupun Indonesia.
6. Kota pusat pemerintahan dan pengendali pembangunan ekonomi – sosial politik bagi wilayahnya dan daerah pengaruhnya.
Rencana Struktur Tata Ruang Kota
Beberapa hal utama dalam penyusunan kembali konsep tata ruang kota Surakarta antra lain ; 1. Upaya pemasangan pengembangan fisik kota ke arah Barart dan Utara, di mana arah Utara dimungkinkan sebab banyak daerah belum terbangun yang masih termasuk dalam wilayah administrtif kotamadya Surakarta. Sedangkan arah Barat dengan pertimbangan berorientasi ke lapangan terbang Adisumarmo dan kota Semarang sebagai pintu gerbang wilayah Jawa Tengah.
2. Upaya pengisian tata pembangunan kota Surakarta yang menurut Pola Dasar Pembangunan dan REPELITADA dibagi dalam 4 wilayah pembangunan.
3. Upaya pembagian Sub Wilayah Pembangunan ( SWP ) yang mempunyai fungsi dan karakteristik pembangunan atau mempunyai dominasi fungsi dan orientasi pembangunan fasiulitas tertentu.
4. Pada prinsipnya pembangunan kota dengan pengembangan SWP tersebut antara lain sebagai upaya pemberian pemerataan kesempatan berkembang yang sama pada tiap SWP, dengan konsep luwes dan bercampur.
a. Upaya pemerataan kepadatan penduduk ke seluruh kota ( lihat konsep kepedatan penduduk memusat bercampur ).
b. Upaya pemerataan kesempatan berkembang berbagai jenis kegiatan dengan berbagai skala dan pelayanan serta orientasi di setiap SWP, sesuai dengan:
Kecenderungan perkembangan ( kekuatan pasar )
Ketersediaan tanah guna pengembangan fasilitas
Norma – norma dan kaidah kota
Prioritas kelayakan pengembangan dan kriteria pengendali guna mencapai dominasi fungsi dan orientasi pengembangan fasilitas tertentu di tiap zona SWP
5. Strategi daerah dalam rangka melaksanakan revisi tentang ruang, mengenai kebijaksanaan bagi dua kawasan yang belum terbangun. Untuk kawasan terbangun kebijaksanaannya adalah;
a. Seminimal mungkin melakukan perombakan atau perubahan fungsi ruang yang telah ada, misalnya keprasan, pembongkaran bangunan permanen, dan sebagainya.
b. Semaksimal mungkin memanfaatkan pertumbuhan yang sudah ada, sepanjang masih dalam batas – batas kelayakan kehidupan kota.
c. Penataan ruang sehingga dapat menciptakan kondisi ” Berseri ”, Bersih, Sehat, Rapi, Indah, dan “Atlas “, Aman, Tertib, Lancar, dan Sehat.
Untuk kawasan yang yang belum terbangun kebijaksanaanya adalah:
Digunakan lahan yang relatif tidak subur, sehingga meningkatkan fungsi lahan tersebut, sedangkan lahan yang subur tetap dipertahankan sebagai lahan pertanian.
Mempertahankan keadaan fisik lahan sehingga mudah dalam pelayanan sarana dan prasarana kota maupun kemudahan dalam pembangunan fisik kota
Kebijakan Umum Pengembangan Fungsi Kota Surakarta
Secara geografis, konstelasi regional Kota Surakarta dengan pusat – pusat pertumbuhan sekitarnya meliputi :
- Ke arah Utara, menuju Kota Purwodadi.
- Ke arah Timur, menuju Kota Sragen dan Karanganyar dan kawasan wisata Tawangmangu.
- Ke arah Selatan, menuju ke Kota Sukoharjo dan Wonogiri.
- Ke arah Barat, menuju ke Kota Yogyakarta dan Semarang.
Mendasarkan pada posisi geografis Kota Surakarta tersebut serta pola pergerakan manusia dan barang yang terjadi, Kota Surakarta memiliki peranan yang sangat penting terhadap pemacu pertumbuhan wilayah di sekitarnya.
Arus manusia dan barang dari dan ke kota Surakarta cukup kuat, hal ini mempengaruhi kegiatan sosial ekonomi dan karakter perkembangan Kota Sirakarta.
Akibat adanya arus pergerakan tersebut, di sepanjang ruas jalan utama yang dilaluinya berpotensi berkembang kegiatan ekonomi, misalnya toko, industri, hotel, bengkel, dan sebagainya yang pada dasarnya memberikan pelayanan terhadap arus yang melaluinya tersebut.
Berdasrkan pertimbangan – pertimbangan di atas, maka fungsi yang akan dikembangkan di Kota Surakarta adalah sebagai berikut ;
Secara makro, Kota Surakarta berperan sebagai Kota Pelayanan Nasional, yaitu kota yang memiliki potensi dan dikembangkan beberapa kegiatan yang memiliki jangkauan Pelayanan Nasional.
Sebagai salah satu pusat pertumbuhan utama wilayah Provinsi Jawa Tengah bagian Timur.
Sebagai Kota Budaya yang dikembangkan sesuai dengan kondisi sosial dan kultur budaya masyarakatnya.
Sebagai kawasan perkotaan yang memberikan pelayanan dan pengaruh positif terhadap wilayah sekitarnya, meliputi Kabupaten Sragen, Karanganyar, Sukoharjo, Wonogiri, Klaten, dan Boyolali.
Sebagai simpul pergerakan barang dari wilayah kabupaten sekitar menuju ke wilayah yang lebih luas.Sebagai home based perjalanan wisata di Jawa Tengah.
Arah Pengembangan Kota
Secara spasial, perkembangan Kota Surakarta baik secara eksternal maupun internal yang memiliki kecenderungan sebagai berikut ;
Secara eksternal, Kota Surakarta mampu menumbuhkembangkan kawasan perkotaan di sekitarnya yang meliputi kawasan Kartosuro, Colomadu, Solobaru, Jaten, Palur, Kaliyoso, sehingga membentuk mata rantai kegiatan sosial ekonomi lintas wilayah yang secara fisik sudah termasuk dalam kategori kawasan perkotaan metropolitan.
Terjadinya disparitas pertumbuhan antara kawasan Solo Bagian Selatan yang sudah sangat intensif dan kawasan Solo Bagian Utara yang kurang memiliki daya tarik untuk berkembang.
Intensitas pemanfaatan ruang Kota Surakarta ( terlebih Surakarta bagian Selatan ) sudah sangat padat dan ruang terbuka untuk umum ( publik space ) sangat terbatas.
Mendasarkan pada pertimbangan di atas, Kota Surakarta dalam jangka waktu 10 tahun ke depan di arahkan perkembangannya sebagai berikut:
Secara eksternal, perlu adanya penggaturan secara terpadu lintas wilayah melalui perencanaan struktur kawasan perkotaan metropolitan, sehingga kawasan perbatasan yang selama ini sering terjadi konflik, berubah menjadi kerja sama yang sinergis
Mengarahkan perkembangan Kota Surakarta Bagian Utara melalui pengembangan jaringan infrastruktur serta pengalokasian kegiatan baru yang mampu merangsang dan menjadi daya tarik terhadap kegiatan lainnya.
Mengembangkan dan merekomendasikan adanya perkembangan vertikal pada kawasan kota yang padat ( Surakarta Bagian Selatan ).
Kebijakan Umum Pengembangan Fasilitas Sosial
Secara umum fasilitas sosial yang ada di kota Surakarta masih dapat dipertahankan, sedang untuk pengembangannya didasarkan pada tingkat kebutuhan beberapa jenis fasilitas sosial tertentu sesuai dengan jangkauan dan tingkat pelayanannya.
Beberapa jenis fasilitas sosial dikembangkan menurut pertimbangan kebutuhan pelayanan lokal Kota Surakarta, namun beberapa fasilitas sosial juga dikembangkan berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan tingkat regional dan Nasional. Aplikasi kebijakan tersebut dilakukan dengan mempertahankan fasilitas – fasilitas sosial yang ada dan merelokasikan fasilitas yang dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan lokasi keberadaannya, serta memprioritaskan pengembangan fasilitas sosial untuk merangsang perkembangan kota.
Kebijakan Umum Pemanfaatan Ruang Kota
Dalam pengembangan pola pemanfaatan ruang kota Surakarta, menggunakan pola atau konsep yang sesuai dengan karakteristiknya, yaitu dengan menggunakan 2 konsep pendekatan yakni ;
<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Konsep Mix Used Planning, yaitu konsep rencana tata guna tanah yang menetapkan adanya beberapa daerah yang bersifat campuran bagi beberapa jenis kegiatan yang saling menunjang.
<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Konsep Flexible Zonning, yaitu konsep tata guna tanah yang memberikan toleransi bercampurnya kegiatan lain pada daerah peruntukan tertentu, dengan catatan kegiatan lain tersebut tidak boleh mengganggu kegiatan utama, dan bahkan saling menunjang.
Hasil yang didapat dari penelitian ini ditemukan bahwa “ tidak ada rencana pengembangan Benteng Vastenberg oleh Pemerintah Kota ( Pemkot ) Surakarta”. Dikarenakan statusnya yang sekarang menjadi milik pribadi yaitu pengusaha besar Roby Sumampow. Pemkot sendiri tidak berani untuk mencampuri apa yang terjadi pada benteng tersebut. Ditanya apakah ada keinginan Pemkot untuk memiliki kembali Benteng tersebut, Pemkot hanya menjawab bahwa tidak ada dana untuk mencukupi pengelolaan situs tersebut. Karena bangunan tersebut bernilai amat mahal, Pemkot tidak sanggup untuk mengelolanya.
Dinas tata Kota sendiri mengakui hal tersebut sebagai cagar budaya yang seharusnya tidak menjadi milik pribadi sesuai dengan SK Walikota NO. 646/116/1/1997. Dan sifatnya refitalisasi, preservasi, konservasi. Pemkot sendiri tidak mengetahui bagaimana awal mula benteng tersebut menjadi milik pribadi. Pemkot dalam partisipasinya dalam mengembangkan Benteng ini hanya sebatas pemberian izin dan membatasi dalam ketentuan pembangunannya. Sepengetahuan Pemkot, akan dibangun sebuah hotel dalam lingkungan Benteng.
Dari keterangan Dinas Tata Kota didapat bahwa Benteng tersebut sebenarnya merupakan cagar budaya menurut SK Walikota NO. 646/116/1/1997. disahkan oleh Bp. Imam soetopo.berisi tentang: “Penetapan bangunan - bangunan dan kawasan kuno bersejarah di kotamadya daerah tingkat 2 surakarta yang dilindungi UU no. 5 tahun 1992 tentang benda cagar budaya”. Tertanggal 31 september 1997. pada peta terlampir, disebutkan bahwa benteng vastenberg termasuk dalam kawasan perdagangan dan jasa. Namun masih menjadi kawasan cagar budaya. Namun, karna terlalu banyak lingkungan perdagangan dan jasa di daerah tersebut, jadi kawasan tersebut sekarang lebih di kelompokkan menjadi kawasan perdagangan dan jasa, daripada dikelompokkan mejadi kawasan cagar budaya. Namun secara keseluruhan , Solo ini nantinya akan diarahkan menjadi kota yang mempunyai banyak fungsi dengan skala pelayanan yang beragam.
Kepala Dinas Tata Kota Solo mengatakan kawasan Benteng Vastenburg bisa dialihkan fungsi menjadi pusat jasa perdagangan maupun wisata selama tetap mempertahankan cagar budaya yang ada.
KESIMPULAN
ahwa Pemerintah Kota ( Pemkot ) tidak mengadakan rencana untuk mengembangkan bnteng Vastenburg tersebut, dikarenakan bentng tersbut telah pindah status menjadi hak milik pribadi, yakni Roby Soemampouw. Pemkot hanya sebatas memberi pengarahan dan ijin saja. Serta turut memantau perkembangan pembangunan benteng ini kelak Pemkot sendiri tidak tahu menahu akan awal mula bagaimana benteng tersebut bisa menjadi milik pribadi dan hal ini amat disayangkan oleh Pemkot.
Pemkot dinilai mengabaikan Undang - Undang ( UU ) No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya jika pembangunan hotel di kawasan Benteng Vastenburg tetap dilanjutkan. Meskipun Benteng Vastenburg telah menjadi milik perseorangan dimana masyarakat dan pemerintahpun tidak berhak atasnya, tapi peninggalan budaya harus tetap dilestarikan. Benda peninggalan sejarah yang dapat digunakan sebagai bukti sejarah pada generasi penerus kita untuk masa depan ini sebaiknya tretap dilindungi.
KEADAAN FISIK BANGUNAN
Pengamatan atas keadaan fisik bangunan meliputi orientasi, fungsi, kondisi, konstruksi, ketinggian, dan fasade bangunan. Wilayah studi dibagi dalam 14 blok lingkungan, dengan demikian pengenalan terhadap karakteristik bangunan dan wilayah studi dapat lebih dalam dan rinci.
Pola Lingkungan dan Orientasi Bangunan
Pertumbuhan lingkungan kawasan ini berasal dari kawasan keraton yang membentuk as pertumbuhan dengan Pasar Gede. Pertumbuhan di sekitar Mangkunegaran dan jalan Slamet Riyadi sebagai penghubung kedua inti pertumbuhan kawasan tersebut.
Tetapi karena jalan Slamet Riyadi mengalami alih fungsi menjadi jalur transportasi regional Yogya – Solo yang sangat kuat, maka jalu ini mendominasi pertubuhan lingkungan di kawasan tersebut.
Pengaruh lain dari kuatnya arus transportasi di jalan Slamet Riyadi adalah, pola lingkungan – lingkungan tua yang semula padu menjadi terbelah oleh adanya jalur tersebut. Bangunan di sepanjang jalan semua berorientasi pejalur di hadapannya, orientasi karena sumbu tradisional, Utara - Selatan sudah sangat jarang. Bangunan di sekitar alun - alun berorientasi ke ruang terbuka tersebut, hal ini terjadi karena kebanyakan bangunan di kawasan tersebut adalah bekas pekapalan.
Fungsi atau Penggunaan Bangunan
Yang membedakan Solo dengan kota yang lainnya adalah adanya kawasan – kawasan budaya yang bercampur dengan kegiatan komersial dan perumahan, bahkan penetrasi kegiatan komersial telah berjalan cukup jauh, menyusup ke dalam wilayah budaya, seperti terlihat perkembangan kawasan Coyudan dengan Pasar Klewernya yang tidak mempengaruhi tata ruang kawasan Keraton. Di sisi lain ada orde – orde yang nilai tanahnya tinggi dan layak untuk komersial, masih ditempati oleh bangunan – bangunan non – komersial. Konflik penggunaan tanah tersebut merupakan fenomena yang umumnya terjadi pada kota – kota tradisional yang berkembang sebagai kota perdagangan dan industri.
Kondisi Bangunan
Blok – blok di tepi jalan Slamet Riyadi dan Jalan Janderal Sudirman pada umumnya berkondisi baik, begitu pula Masjid Agung ( Blok D ).
Kondisi sedang terdapat pada pemukiman di Kauman dan Kedunglumbu ( Blok A dan H ), militer ( Blok B ), serta bangunan di sekitar Mangkunegaran ( Blok M, N ).
Bangunan dengan kondisi jelek terletak di pekapalan sisi Barat Laut ( Blok E ) dan beberapa hunian tua yang tak terawat di Kauman ( Blok J, L ).
Perincian sebaran tiap kondisi bangunan dapat dilihat pada peta terlampir.
Ketinggian Bangunan
Bangunan – bangunan di dalam wilayah studi pada umumnya merupakan bangunan satu lantai. Peraturan bangunan yang diberlakukan terhadap ketinggian bangunan adalah batas ketinggian yang tidak boleh melampaui ketinggian bangunan panggung Sangga Buwana. Oleh karena itu, ketinggian bangunan di wilayah studi hanya terbatas hingga 4 lantai.
Parasade Bangunan
Parasade bangunan merupakan elemen pembentuk ruang kota sebagai pembatas vertikal jalur pergerakan. Karena kawasan penelitian merupakan kawasan khas dan berkarakter kuat maka pembentukan ruang jalan diharapkan juga turut mengekspresikan beberapa karakter kawasan tersebut.
Penampilan fasade jalan Sudirman didominir oleh bangunan – bangunan tua bergaya kolonial ( Bank Indonesia, Gereja Purbayan, Bangunan sekitar Benteng Vastenburg ), nampak juga bangunan modern yang menonjol ( Perumtel, BNI, dan sebagainya ).
Kondisi Fisik Dasar
a. Letak dan Luas Wilayah
Kota Surakarta terletak antara 110 0 45` 15” dan 110 0 45` 35” BT dan antara 7 0 35` dan 7 0 56` LS. Kota Surakarta merupakan salah satu kota besar di Jawa Tengah yang menunjang kota – kota lainnya seperti Semarang maupun Yogyakarta.
Wilayah kota Surakarta atau lebih dikenal dengan “ Kota Solo ” merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata – rata sekitar 92 m dari permukaan air laut dengan batas – batas administrasi sebagai berikut ;
Sebelah Utara : Kabupaten Boyolali dan Karanganyar
Sebelah Timur : Kabupaten Karanganyar dan Sukoharjo
Sebelah Selatan : Kabupaten Sukoharjo
Sebelah Barat : Kabupaten Sukoharjo, Karanganyar, dan Boyolali
Luas wilayah kota Surakarta mencapai 44,06 km2 yang terbagi dalam 5 kecamatan 51 kelurahan. Jumlah RW
Tercatat sebanyak 592 dan RT berkisar sebanyak 2.644 dengan jumlah KK sebesar 127.742 KK, maka rata – rata jumlah KK tiap RT sebanyak 48 KK.
<!--[if !supportLists]-->b. <!--[endif]-->Kondisi Topografi
Secara geografis, wilayah Kota Surakarta terletak di antara 2 gunung api, yaitu; Sebelah Timur Gunung Lawu dan Sebelah Barat Gunung Merapi, dan Merbabu, dan Bagian Timur dilalui oleh Sungai Bengawan Solo.